A Couple Traveller’s Story: Jelajah Selatan Garut

Menyebrang ke Pulau Santolo. Pemandangan muara, bebatuan, pasir dan laut lepas.
Photo by Pita

Tahun lalu, saya pernah bercerita bahwa saya senang sekali bepergian, kemanapun, apalagi tempat baru. Tahun lalu, saya masih jadi Solo Female Backpacker, ya, karena seringnya saya bepergian sendiri. Dan Tada! Tahun ini berbeda, karena saya punya partner jalan-jalan. Asyiknya, partner saya ini juga hobi memotret. Alhasil, semua momen terabadikan. Alhamdulillah :)

Tulisan ini ditujukan pada salah satu sahabat blogger saya yang pernah berkata, “Mbak Pita, kalau sudah jadi couple backpacker, kabari saya, oke?” Nah, saya menepati janji saya. Dengan ini saya upgrade diri saya ke level couple backpacker atau couple traveller.

Selamat menikmati tulisan saya! *Mungkin menjadi tulisan terpanjang di bulan Nopember*

Bandung adalah tempat nyaman dan sejuk, sayangnya beberapa tahun terakhir kesejukan itu mulai berkurang akibat pemanasan global. Namun tetap saja, ketika musim penghujan datang suhu bisa jadi 18°C dan takkan lebih dari 24°C. Tempat-tempat menarik ada di Bandung semua, wisata alam, belanja, kuliner, juga beragam hal menarik tersedia di Bandung. Tapi ada saja kurangnya! Kurang Pantai!

Mungkin karena bosan dengan rutinitas, saya dan suami berencana untuk travelling ke pantai. Pantai terdekat dan indah, jawabannya adalah Garut. Tapi kemudian sedikit galau karena pantai Sukabumi juga indah.  Setelah pertimbangan satu dan lain hal, semisal rute, lama perjalanan, dan destinasi. Positive! We are going to Garut!

 Satu minggu sebelum berangkat, saya bertanya perihal cuaca Garut kepada teman yang tinggal di sana. Selain itu, saya juga coba mencari penginapan yang murah berkualitas sekitaran pantai, membuat itenerary, budgeting, dan membuat daftar apa yang harus dibawa. Travelling kali ini dimulai sore hari menggunakan sepeda motor. Ini karena suami saya pulang pukul 03.00 sore di Hari Sabtu. Meskipun waktu yang kami punya sedikit, tapi Sabtu Minggu ini harus maksimal!

Perjalanan dimulai dari terminal Cicaheum, Bandung. Saya bertemu dengan suami di sana. Selepas ashar kami berangkat menuju Garut kota. Segala keperluan sudah dimasukkan ke dalam keril dan daypack saya. Ada banyak hal yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan. Pemandangan yang indah, keriuhan orang-orang beraktifitas, juga kemacetan yang menurut saya adalah hal yang tak perlu dikeluhkan.

Senja dalam perjalanan adalah momen keren! Saya mengabadikan intipan matahari di balik gunung melalui poket saya. Juga pemandangan-pemandangan indah selama menuju Garut. Kami sempat berhenti di sebuah toko oleh-oleh untuk membeli Chocodot. Chocodot adalah penganan coklat yang dicampur dengan dodol yang merupakan camilan khas Garut. Rasanya manis dan legit. Ada banyak varian chocodot yang dijual di salah satu toko oleh-oleh yang kami datangi, bentuk dan merek yang inovatif membuat siapa saja ingin memborong semuanya. Untungnya, saya tidak terlalu suka coklat. Jadinya tidak terlalu kalap melihat penganan itu berjejer di toko.

Salah satu Chocodot yang kami beli di toko oleh-oleh Garut Kota.
Photo by Pita

Oke, pakai sarung tangan, dan helm lagi. Lanjut!

Pukul 18.09 kami berhenti kembali di sebuah warung nasi untuk makan malam di daerah Tarogong. Setelah makan malam, kami akan melewati perkebunan teh yang jarang sekali pemukiman. Menurut ibu warung, jalan akan berbelok-belok dan sedikit terjal dibeberapa bagian. Perjalanan malam ini memang sedikit menyeramkan, apalagi kabut tebal menemani perjalanan kami selama di perkebunan teh. Jarak pandang semakin pendek dan jarang sekali kendaraan lewat.

Selama melewati perkebunan teh, kami terus berbincang. Tidak ada rasa kantuk, malah terus waspada khawatir terjadi sesuatu. Udarapun semakin dingin, saya peluk erat tukang ojeg kesayangan saya deh! *tidak usah dibayangkan*. Sesekali saya bernyanyi tidak jelas, dan melakukan hal-hal random seperti memijat punggung suami, senam jari, dan lain-lain.

Tepat pukul 20.20 kami sudah memasuki kawasan Pameungpeuk. Kami berhenti di Pom Bensin untuk shalat dan membersihkan diri. Sekitar setengah jam lagi kami akan sampai ke Pantai Santolo. Cuaca tidak sedingin perjalanan tadi, panas pantai bercampur angin malam cukup nyaman kami rasakan.

Karena sudah malam, kami tidak membayar tiket masuk di pintu gerbang Pantai Santolo (Bukan salah kami, tidak ada penjaga loket loh ya). Kami langsung mendirikan tenda dengan laut sebagai pemandangan utama. Bau pantai benar-benar membuat kami bersemangat! Ombak yang ramah, senyuman bulan, dan taburan bintang menghipnotis kami berdua yang berada di dalam tenda. Subhanalloh... *dunia terasa milik berduaaa.. hehe*

Tenda yang kami pasang di pinggir pantai.
Photo by Qefy Alghifari
Semakin siang, suasana semakin ramai.
Photo taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari
Bersiap menyebrang menuju Pulau Santolo. All packing!
Photo by Pita

Sebenarnya, ada banyak penginapan dengan harga yang relatif murah di sini. Sekitar 50.000-150.000 per malamnya. Semua penginapan berada dekat dengan pantai, sehingga kita akan mendengar suara ombak sepanjang waktu. Penginapan Diar adalah penginapan yang direkomendasikan untuk para backpacker, setidaknya itu hasil gugling saya sebelum berangkat.

Untuk penitipan kendaraan dikenakan biaya 5.000 per hari. Walaupun masih dengan sistem tradisional, tempat parkir di Pantai Santolo cukup aman. Penjaga parkir sering begadang untuk menjaga kendaraan yang dititipkan.

Bersama Petugas Parkir di sekitar pantai. Ramah dan baik hati
Photo by Pita
Keesokan paginya. Kami sarapan dengan nasi kuning yang dijual ibu-ibu pantai. Pagi hari di pantai sudah ramai, banyak yang sudah bermain air dan menikmati sentuhan ombak yang menyapu kaki sembari merasakan hangatnya cahaya matahari.

Kami kemudian menyebrang ke Pulau Santolo. Dikenakan biaya 2.000 per orang untuk satu kali penyebrangan. Pulau Santolo masih asri dengan pantai yang dipenuhi karang. Ombak sedang surut, kami bisa berjalan-jalan di karang sembari mencari kerang-kerang cantik. Jika beruntung, akan ada bintang laut atau binatang lain yang terbawa ombak dan terperangkap di karang. Pulau Santolo juga memiliki puing-puing jembatan belanda yang sering dijadikan tempat memancing.

Perahu penyebrangan. Ada puluhan perahu yang siap mengantar menuju sebrang
Photo by Qefy Alghifari

This is Santolo! All we can chapture.
Photo by Pita

Hari beranjak siang, melihat itenerary, seharusnya kami sudah harus berada di Ranca Buaya. Tapi karena masih ingin menikmati Pantai Santolo, kami terus bermain dan melihat-lihat keindahan sekitar pantai. Setelah menyebrang kembali, kami sempat melihat pelelangan ikan. Pasar ikan berada dekat dengan penyebrangan. Menurut warga, ikan-ikan di sini lebih murah dibandingkan di Ranca Buaya nanti. Kita bisa membelinya mentah, lalu meminta warga memasaknya untuk kita. Atau dibakar begitu saja juga enak.

Pemandangan di Pantai Santolo kala surut
Photo by Pita
Lembutnya pasir pantai menggoda kami untuk bersantai
Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari
Sempat menikmati Cuanki di pinggiran pantai. Pedass!
Photo taken by monopod, setting by Qefy Alghidari
Jurus loncat karang! Let's be free!
Photo by Pita
Pesisir Pantai Santolo yang penuh karang.
taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari
Berayun setelah bermain pasir dan air
Photo by Qefy Alghifari

Puas menyusuri Pantai Santolo, kami meneruskan perjalanan menuju Pantai Ranca Buaya. Akan ada banyak pemandangan menakjubkan sepanjang jalan. Sempat berhenti beberapa kali untuk mengambil foto, dan berdiri melihat betapa Allah menciptakan bagian dunia ini secara terperinci. Sebelah kanan, laut berwarna biru dengan sungai yang menuju ke arahnya. Ada juga padang ilalang yang indah tertiup angin. Sebelah kiri, perkebunan warga yang hijau terbentang juga perbukitan yang turun-naik.

Di perjalanan menuju Ranca Buaya. Tak tahan untuk tidak berfoto
Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari

Di Ranca Buaya, kami makan siang. Waktu menunjukkan sekitar Pukul 12.45. Kami duduk di saung bambu, dan menikmati air kelapa langsung dari batoknya. Sambil menunggu pesanan ikan bakar, kami bersantai sambil melihat pantai. Semakin siang ombak memang akan semakin meninggi. Puncaknya pukul 11.00 tadi, lalu kemudian akan merendah ketika senja.

Makan siang kali ini begitu lahap! Saya yang menghabiskan ikannya, juga ikan jatah suami karena ikannya belum matang sempurna. Sambalnya endoss, ditambah nasi yang pulen. Aiih..
Makan siang khas pantai. Dinikmati di saung bambu menghadap pantai. Alhamdulillah
Photo by Qefy Alghifari
Perahu menepi di Ranca Buaya
Photo by Qefy Alghifari

Pukul 13.15 kami bersiap pulang menuju Bandung. Tidak akan ada perkembunan teh kali ini, karena rute yang kami lewati akan berbeda. Kali ini memakai jalan Cisewu yang nantinya akan tembus di Pangalengan, Bandung. Perjalanan pulang ini mengejutkan! Jalanannya sepi, kami bisa saja tancap gas sehingga bisa mempercepat sampai di rumah. Namun, sebelah kanan kiri jalan pemandangannya membuat decak kagum saja.. jurang dimana-mana, tapi indahnya luar biasa.. aah.. mau ke sana lagi! Suami saya saja sampai sering bilang begini, “Berhenti buat foto dulu jangan ya?”

Sempat berhenti mengisi perut di daerah Cisewu, kami berhenti makan bakso sambil menikmati kegiatan 17 Agustusan di lapangan. Sepanjang jalan memang banyak kegiatan menarik yang kami temukan. Di lapangan parkir Situ Cileunca, juga di daerah Pangalengan. Sempat berhenti untuk mengambil gambar-gambar kegiatan juga untuk shalat Ashar.

Suasana Agustusan di Ranca Buaya
Photo by Pita
Panjat Pinang di Pangalengan. Berhenti cukup lama sambil tertawa melihat ini
Photo by Qefy Alghifari

Situ Cileunca kala hendak senja. Sengaja berhenti untuk mengabadikan keindahan ini.
Photo by Qefy Alghifari


Rehat di Perkebunan Teh Daerah Pangalengan
Photo by Qefy Alghifari
Malam semakin mendekat, akhirnya kami tiba di Bandung sekitar maghrib. Tiba di rumah dengan rasa lelah, tapi tetap saja antusias dan langsung cabut memory card dari kamera suami, juga kamera pocket saya. Foto-fotonya keren! Ada juga rekaman video dari pocket saya selama perjalanan di motor dan pantai. Seperti ini memang momen-momen menyenangkan yang bisa jadi penghibur kala kami butuh refreshing.

Jadi, kapan kita kemana (lagi)?

A little trick for a couple traveller:
Bawalah tripod/monopod untuk membantu pengambilan gambar berdua ;)


Salam hangat,

Pita :)

You Might Also Like

28 comments

  1. Aih asik dan seru bgttttt.....hidup tripod hshaha

    BalasHapus
  2. Mantab travellingnya ama belahan jiwa.

    Klo gtu enakan sampai malam ya di pantai Santolo.. soalnya 'free charge'. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih belahan jiwaa :D
      iya mas, kalau malam free charge. Tapi kalau bayar juga tidak terlalu mahal, kalau tidak salah hanya 6.000 saja.

      Hapus
  3. wah... perjalanan yang seru. foto-fotonya juga keren

    BalasHapus
  4. hiks hiks hiks...
    aku jadi ngiler mbak liat ini postingan,, *couple backpacker *couple blogger kayaknya seru :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayooo.. siapa yang mau nyusul upgrade ke level couple backpacker? Mbak? :D

      Hapus
  5. Hahahaha. Asli baca perjalanan ini jadi kepengen mengulangnya lagi! Pengen ke pantai bukit-bukit dan diriin tenda, asik kayaknya ya? Hahaha....

    Semoga ada kesempatan untuk backpacker lagi, ke Dieng, yuk? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantai bukit-bukit yang membuat galau, ke sana atau jangan yaa... haha ada-ada saja..

      semoga bisaaa... yuk! Dieng yuk! :D

      Hapus
  6. Bravo! Foto-fotonya membuat saya takjub. Karena dikasih tau tulisannya panjang, maka baca cepat saja... hehe.

    Suatu saat saya harus ke sana juga. Sudah terlalu banyak kerabat yang mengajak, namun senantiasa terabaikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang betulan panjang, kang. Tulisan terpanjang bulan ini.
      Nah, iya. seharusnya kang Aan pernah ke sana juga.. sesekali liburanlah :)

      Hapus
  7. Hey, kalian! Ayok ke Ambon, pantainya lebih wuookkeeehh, hahahaa XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asik.. ada yang ngajakin mantai lagi..!
      semoga bisa ke sana ya, Kak! Aamiin

      Hapus
  8. hahaha keren sekali yang ngambil foto
    >,</

    BalasHapus
  9. wah iya, jadi inget postingan sekitar setahun lalu...masih solois, ini sudah jadi couple to? :)
    mantep travellingnya, fotonya keren2..

    nah tinggal ditunggu..apa yah namanya...eehm ..family backpaker :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah sudah naik level mas. hehe
      insha Allah segera upgrade ke level selanjutnya... do'akan ya mas :D

      Hapus
  10. Asyik banget kalau partnernya suka foto. Bagus banget lho hasilnya :)

    BalasHapus
  11. bagus banget mbak :)

    foto2nya juga keren,, siipp

    *jadi pengen jalan2 juga ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo jalan-jalan Mbak Nisaaa :D
      udah ada partnernya beluum? #eh

      Hapus
  12. Jadi ingin jalan-jalan ke Garut rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih baik ketika musim sudah tidak hujan lagi Mas... sayang banget kalau hujan soalnya, tidak menjelajah maksimal :)

      Hapus
  13. jadi pengen jadi couple traveller

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maka segeralah mencari teman traveller yang halal :P

      Hapus