Sebuah Resonansi

Ilustrasi : Cups Coffee SHop

Seusai senja, langit menggelap malam. Tak ada purnama, ataupun sabit menggelantung. Bintangpun bahkan tak terlihat berkedip. Hanya hitam lalu menebal seperjalanan waktu semakin naik. Legam hingga hampir menelan bintik-bintik cahaya kota.

Di bawah langit, berdirilah aku, juga kau, di depan sebuah toko bunga mungil. Tokonya sederhana, di dalam berderet pot-pot bunga beraneka ragam. Bunga lily menjadi bunga yang pertama kali menggoda pandangku. Kau mengatakan, “Wiiiih. Bagus, Mim.” Aku mengangguk takjub.

Aku menempelkan tanganku pada pot-pot kaca yang mempunyai bentuk unik. Persegi empat dengan kemiringan tertentu, juga dipoles glitter gemerlap menjadikannya lebih cantik. “Lam, ini bagus.”

“Iya, bagus. Tapi terlalu pendek untuk pot bunga mataharimu.” Sahutmu. Aku mengangguk. 20 menit kami melihat-lihat lalu saling bertukar pendapat. “Bunga matahari memang sulit, Mim. Maafkan aku, ya.” Kulihat wajahmu meringis, detakmu terbaca olehku. Berdebar menunggu responku. Kau takut mengecewakanku.

“Tak apa, Lam. Kita masih punya waktu untuk mencari.” Aku tersenyum lalu mengajaknya keluar. “Sekarang, kita kemana?”

Giliranmu yang tersenyum. Kau berjalan di depanku, lebih cepat sambil melambaikan tangan agar aku mengikutimu. Di sebelah toko bunga ternyata ada sebuah kafe kecil. Cups.

Setelah memesan dua minuman, kau duduk tepat di depanku. Kau tidak tahu betapa aku berdebar-debar. Aku memang selalu merasa berdebar jika ada kau. Kau tersenyum, tersenyum, dan terus tersenyum. Kau kemudian menceritakan bagaimana kau melewati hari tanpa aku satu minggu lalu. Aku sesekali bertanya, lalu terkagum dengan tawamu. Lalu ikut tertawa dan mulai menceritakan kisahku.

Semuanya pecah, mengalir saja kata-kata itu tanpa bisa ditahan lagi. Katamu, “Jangan terlalu datar, Mim.” Aku mengangguk patuh. Lalu diam.

“Aku akan menceritakan sebuah kisah kepadamu. Lalu kau harus menebak akhirnya.” Katamu. Kau kemudian menceritakan tentang sebuah kantin, seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya. Aku gagal menebak, karena ternyata akhir kisahmu adalah sebuah pengulangan takdir. Aku tersenyum, aku tahu maksud ceritamu.

Dan aku pura-pura tak tertarik, padahal aku benar-benar senang mendengarkanmu berkisah, juga membuat gambar-gambar aneh di dalam catatanku.

Satu hal dari malam itu, yang membuatku tahu bahwa aku bersama orang yang benar. Adalah ketika kau menahan dagumu, dengan kedua tanganmu lalu menyenandungkan beberapa ayat dari surat 'para penyair'. “Dulu aku hafal.” Katamu ketika beberapa bagian kau lagukan terbata-bata. Kau terus mencoba, kau menangkup dagumu sembari menutup mata. Kau serius mengumpulkan ingatan, dan kau berhasil.

Ayat itu aku hafal, aku catat dan aku kenang sebagai sebuat nubuat. Mungkin nanti, ketika usia sudah mengeriputkanku, juga kamu. Ketika zaman sudah membungkukkan kita. Ada manusia-manusia kecil yang menyenandungkan itu untuk kita. Aku akan mengajari mereka, agar kau bangga. 

You Might Also Like

28 comments

  1. Hanya satu hal itu sudah cukup membuatmu yakin bersama orang yang tepat? Luar biasa memang ayat dari surat "Para Penyair."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau pada babak ini, sepertinya Mim sudah yakin karena Lam melagukan beberapa do'a dari ayat 'para penyair'. Nanti akan kutuliskan beberapa babak lain yang membuat Mim semakin yakin ;)

      Hapus
  2. Duuh syahdunya...
    Selamat ya lam dan mim...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti kusampaikan kepada Lam dan Mim ya mas ;D

      Hapus
  3. Waduh, ada Lam dan Mim, Alif kemana ? hehe..
    Kunjungan balik, salam kenal pit...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya. Alifnya belum datang, kak :)
      salam kenal juga

      Hapus
  4. sekali lagi, posting yang perlu pemahaman untuk memahami (trus?). kalau gak jeli mungkin akan jadi beda penafsirannya, atau malah sengaja dibuat begitu untuk menyembunyikan kisah aslinya? ah... memang surat 'para penyair' bersenandung indah selalu....

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi, penafsiranmu seperti apa mas? :p
      surat 'para penyair' bagian 83-85

      Hapus
  5. Mim dan Lam, indah sekali ceritanya pit.. ditunggu babak-babak kisah selanjutnya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke, tunggu yaaa kisah Lam dan Mim selanjutnya ;)

      Hapus
  6. ih dasar Pita,
    sebetulnya momen ini biasa banget kan Pit,
    tapi kenapa kamu tidak seekspresif ini di dunia nyata,
    ya saya tau itu dan Pita tidak bisa mengelak soal itu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku mengelak. aku mengelak. haha
      Abang yang satu ini sok tahu sekali >_<
      ini cerita Lam dan Mim. Mereka ya begitu adanya mereka. Aku rasa pertemuan mereka itu bermakna sekali.

      Hapus
  7. kata2nya ciamik, ga berat gitu bacanya, hihii

    salamkenal yaaaaa

    BalasHapus
  8. Wooow The Cups! Sampaikan salam untuk keduanya, semoga saja Lam dan Mim selalu begitu adanya. Sampaikan kalau doa-doa bertebaran untuk mereka ya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya The Cups Coffee Shop.
      Insha Allah saya sampaikan ya, tuaaaan... saya juga turut mendo'akan mereka.. menebar do'a untuk mereka.

      Hapus
  9. Apa-apaan ini, aku seperti sedang melihat mereka, lam dan mim. aku seperti sedang menyaksikan mereka asik bercakap2, dan aku hanya dengan backsoundnya ini. aaah yaa :"""")

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha.. apa-apaan kamu puut? ;P
      mereka memang sedang asyik bercakap-cakap sampai-sampai pramusaji di sana mengusir mereka dengan semacam kode, seperti membereskan kursi dan lain-lain.
      mereka keasyikan :D

      Hapus
  10. kalau BW ke sini pasti saya harus membacanya berulang-ulang biar paham.

    'Ketika zaman sudah membungkukkan kita. Ada manusia-manusia kecil yang menyenandungkan itu untuk kita. Aku akan mengajari mereka, agar kau bangga' kata-kata ini saya rasa sangat romantis.

    BalasHapus
  11. hehe. waah.. maaf ya mas! :D
    tapi desember kali ini sepertinya tidak akan membaca berulang. banyak postingan ringan :)

    BalasHapus
  12. Saking bagusnya terus aku terbuai dan sulit memahami,,, bagaimana ini hehehheee :D
    Mengutip sebagian kata di akhir,,, "Manusia manusia kecil". Semoga nantinya manusia yang kecil itu bisa tumbuh besar dan dewasa serta bisa membahagiakan kedua orang tuanya.

    BalasHapus