Kentang Goreng Colek Mayounaise. Foto: Koleksi Priadi Awal mulanya, adalah karena ada satu tempat makan daerah Dago yang menyaji...
![]() |
| Menunggu. Foto: Johnny Kumala |
Seseorang memutuskan untuk menunggu. Walaupun tak selalu menyenangkan, ada banyak alasan juga yang membuat ia melakukannya. –Pita
Banyak
orang mengatakan bahwa menunggu adalah aktifitas yang membosankan. Setiap orang
mempunyai alasan berbeda untuk membela pernyataan itu. Dan tak jarang, sayapun
merasa bosan ketika harus berdiri di pinggir jalan, di koridor, atau ketika
duduk sendiri di sebuah kedai. Atau di taman, di rumah, dimanapun.
Kali
ini, menunggu menjadi aktifitas menyenangkan. Akhir-akhir ini menunggu adalah
hal yang membuat saya menjadi lebih kreatif. Selain membaca-baca buku, saya
juga dapat melakukan banyak hal. Memperhatikan orang, misalnya. Juga tentu,
menulis. Menulis ditemani susa dan momo. –lain kali akan kuceritakan siapa
mereka—
Sekarang,
saya juga sedang menunggu. Menunggu kapal berlayar menuju Merak. Apalagi yang
membuat saya merasa nyaman selain menulis? Dan tertulislah sebuah postingan
ini.
Bicara
tentang menunggu. Bukan hanya kapal berlayar yang saya tunggu. Semua hal pernah
saya tunggu. Begitu juga dengan kalian. Pembaca yang punya waktu senggang untuk
singgah di kotak ceritaku. Terima kasih, ngomong-ngomong.
Tatkala
menunggu, jangan menunggu tanpa memegang sesuatu. Peganglah sesuatu. Paling
tidak, peganglah keyakinan kita. Keyakinan bahwa yang hal yang kita tunggu, entah
itu kapal, seseorang, barang, atau apapun itu, akan menepati janjinya dan
mendatangi kita.
Selagi
menunggu, merajutlah. Rajutlah harapan. Tapi, bukan pada hal yang kita tunggu.
Pada penciptanya tentu. Siapa lagi? Ya Dia.
Berharaplah bahwa Dia takkan membuat penantian kita sia-sia.
Bakauheni, 12:50. Menunggu kapal berlayar.
Menunggu. Foto: Johnny Kumala Seseorang memutuskan untuk menunggu. Walaupun tak selalu menyenangkan, ada banyak alasan juga yang me...
| Salah satu sudut di kehidupan. Foto: Koleksi Pribadi |
Sebenarnya, yang akan saya ceritakan di sini adalah bukan
kehidupan
sebenarnya. Akan tetapi yang berkaitan dengan kehidupan, yaitu makan. Di Bandung,
ada sebuah tempat makan bernama kehidupan. Aneh memang, tetapi saya penasaran
karenanya. Sampai akhirnya, beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan untuk
berkunjung ke sana bersama kawan-kawan JBA.
Kehidupan berada di jalan Padjajaran nomor 63, tepat setelah berbelok ke
kiri dari arah IP akan terlihat plang besar bertuliskan kehidupan dengan warna
merah. Awalnya, saya tidak mengira kalau tempat itu adalah tempat makan.
Ketika masuk, kursi-kursi putih sudah tertata rapi. Dan!
Bunga matahari (plastik) terselip diantara kursi-kursi. Indah :) Restoran
ini di desain unik untuk para vegan atau vegetarian. Ada banyak tulisan-tulisan
tentang keuntungan menjadi vegan dan tayangan-tayangan bermanfaat mengenai
vegan juga.
Menu di sini adalah menu vegetarian, tanpa bawang, tanpa MSG dan santan. Semua sayuran dicuci dengan air garam untuk mengurangi pestisida. Satu porsi nasi
dengan dua jenis sayuran harganya Rp 6.000, kehidupan itu benar-benar
terjangkau. Jika ingin menambah lauk, misalnya katsu, sate, daging dan
lain-lain (yang terbuat dari kentang atau jamur), hanya tinggal menambah
beberapa rupiah lagi saja. Jadi, sebenarnya kehidupan itu direkomendasikan
untuk mahasiswa.
Sebelum pulang kehidupan juga menawarkan kerupuk vegan yang
bisa dibeli di stand-stand yang telah disediakan. Satu hal tentang kehidupan, karena
kehidupan tak pernah berakhir :)
![]() | |
| Kehidupan tidak pernah berakhir. Foto: Disini |
Salah satu sudut di kehidupan. Foto: Koleksi Pribadi Semurah itukah kehidupan ? Sebenarnya, yang akan saya ceritakan di sini adalah ...
| Gerbang Pantai Santolo. Foto: Koleksi Pribadi |
Assalamu’alaykum
Selamat malam langit yang memajang bulan sabit juga
beberapa bintang. Selamat malam ikan-ikan yang mulai lelah berputar-putar.
Selamat malam.
Ini adalah sebuah obrolan santai. Cerita tentang
perjalanan saya beberapa waktu yang lalu. Kemana? Ya, sebaiknya lanjutkan saja
membacanya sampai selesai.
Pantai. Terbayang tetiba adalah, sebuah batas antara daratan pasir dengan
luasan air asin. Asik sekali memang ketika berjalan hanya menggunakan kaos kaki
di sepanjang bibir pantai. Sengaja menunggu ombak menyapu kaki dan
membiarkannya basah. Belum lagi suara deburan yang tak pernah berhenti. Alunan
relaksasi yang indah.
Jadi, saya mengunjungi Pantai Santolo (lagi). Ini adalah
kali kedua setelah tahun lalu saya juga pernah berkemah di sana. Pantai Santolo
adalah salah satu pantai yang ada di Daerah Pameungpeuk, Kabupaten Garut, yang masih belum banyak
pengunjung. Mungkin ada beberapa alasan. Pertama, karena lokasi pantai ini
cukup jauh dari pusat peradaban manusia. Bukan berarti tidak ada kehidupan
disini. Hanya saja memang jauh sekali dari pusat modernitas dan pembangunan.
Butuh waktu sekitar empat sampai lima jam dari Garut Kota.
Kedua, pantai ini sulit dijangkau oleh alat transportasi.
Jika tak punya kendaraan pribadi, maka hanya ada angkutan umum berupa elf. Dan itupun
tak setiap saat hadir. Biaya dari Garut Kota ke Pameungpeuk (Pemberhentian
terakhir) sekitar Rp 15.000. Biaya ini belum ditambah Rp 2.500 untuk angkutan
laut bernama mios yang akan
mengantarkan kita menuju Pantai Cilautereun. Dari pantai ini, kita dapat
langsung menyebrang menuju Pantai Santolo menggunakan perahu nelayan. Juga dengan
biaya Rp 2.000.
Hal terakhir, yang membuat Pantai Santolo masih “asing”
adalah karena pemasaran yang kurang optimal dari pemerintah. Terbukti dengan
pengelolaan tiket dan penataan tempat yang kurang terawat. Benar-benar alami.
Sebenarnya, saya secara subjektif senang juga kalau
Pantai Santolo ini tidak terkenal. Ini berarti, kealamian pantai akan tetap
terjaga. Betapa saya merasa pesimis dengan perilaku manusia kekinian. Termasuk
saya sendiri, yang malah memberikan informasi tentang pantai ini di sini.
Satu hal. Bolehlah datang ke Pantai Santolo. Saya
akui, pantai dan karangnya memang indah. Air lautnya menghijau-biru. Nyaman
sekali dalam kornea dan hati. Namun dengan syarat, cintai mereka dengan menjaganya.
Sampah yang dibawa, bawa pulang jugalah.
| Salah satu sisi Pantai Santolo. Foto: Koleksi Pribadi |
Gerbang Pantai Santolo. Foto: Koleksi Pribadi Assalamu’alaykum Selamat malam langit yang memajang bulan sabit juga beberapa binta...
Ada ombak yang terus menyapu
Menabrak karang, untuk
semakin tegar menuju
Begitulah ujian
Dalam senja,
Ada pasir-pasir berkilau
tersinari
Menimbun iri hati, meninggi
kian hari
Begitulah dosa
Dalam senja,
Ada angin bertiup tinggi
Membawa air-air, untuk
membasahi
Begitulah taubat
Senja di Pantai Ranca Buaya. Foto: Koleksi Pribadi Dalam senja, Ada ombak yang terus menyapu Menabrak karang, untuk sem...


