Sebuah Perspektif Kepercayaan

Lewat asma cinta Robb, kutuliskan hingga takkan terlupa
Ketika seseorang ditanya, apakah engkau percaya. Lalu orang itu menjawab iya saya percaya, maka sesungguhnya itu tidak menunjukkan dirinya tengah berada dalam situasi mempercayai. Sungguh. Itu adalah riya semata.

Lalu seperti apa kepercayaan yang sebenarnya?

Sore ini, sepertinya saya mempunyai jawabannya. Semoga saya tidak berada dalam ketidak benaran.

Handphone saya menunjukkan angka 16.45 dan saya baru terbangun dari sebuah kecelakaan kerja. Saya tertidur ketika sedang berjihad mengerjakan tugas-tugas kuliah yang begitu lezat dan gurih. Tergopoh-gopoh setengah berlari saya berharap segera mempunyai wudlu karena ashar hampir berakhir.

Inti ceritanya bukan itu ...

Saban Senin atau Kamis, seorang lelaki paruh baya dengan peci haji bersepeda disepanjang jalan komplek pesantren ini. Selalu tepat dititik itu, dia berhenti mengayuh dan mulai membungkus bubur sum-sum dagangannya beberapa porsi.

Usai dengan pekerjaannya, dia tata bungkusan plastik kecil bubur sum-sum itu dalam sebuah baki berwarna oranye. Ia bersihkan bercak-bercak sum-sum yang bukan pada tempatnya dan menutup dua panci besar berisi calon rezekinya rapat-rapat. Setelah itu, pergilah dia ke mesjid untuk murotal.

Orang-orang sudah faham betul. Jika ingin mencicipi kelezatan bubur sum-sum tak perlu memanggil atau menunggu pemilik dagangannya melayani karena konsumen, termasuk saya, tinggal mengambil dan menukarnya dengan selembar uang dua ribuan pada sebuah baki.

Hal ini terjadi sudah sekian lama. Inilah sebuah kepercayaan. Tak perlu dikatakan tapi dapat dirasakan. Percaya kepada Sang Maha Mengetahui bahwa rezeki kita memang sudah diatur oleh Dia Sang Manajer hakiki. Percaya juga kepada kami___ aku dan pembeli lain ___ yang takkan mengambil bubur sum-sum miliknya tanpa meninggalkan rupiah. Masha Allah ...

Jika kau merasa dipercayai oleh seseorang. Tentu kau takkan mengecewakannya, bukan?
Ketika merasa bahwa pedagang sum-sum itu percaya pada kita, maka kita tak mengecewakannya, tak mungkin mau mengecewakannya dengan tak membayarnya.

Kepercayaan membawa kepada sebuah prasangka baik yang akan menentramkan hati kita.

Wallohu alam bishawab

You Might Also Like

7 comments

  1. suka banget kalimat ini "Kepercayaan membawa kepada sebuah prasangka baik yang akan menentramkan hati kita"

    BalasHapus
  2. Wah, merasa tersanjung mendengarnya :)
    Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk menuliskannya ...
    Nuhun teteh sudah berkunjung ..

    BalasHapus
  3. selalu ingin bisa selalu mempercayai orang lain, tapi lingkungan belum mengijinkan, kuatkanlah Ya Allah langkah2 kami...

    BalasHapus
  4. Jika antum menunggu lingkungan mengijinkan. Maka akan menghabiskan penantian yang tak tahu ujungnya. Semakin kesini, lingkungan akan semakin tak mengijinkan kecuali setelah benar-benar mendekati kiamat ketika umat muslim benar-benar muslim.

    Lakukan saja sekarang, mengapa tidak. Percaya sama Robb. Tak ada yang akan mengecewakan orang yang selalu husnudzan. Insha Allah...

    BalasHapus
  5. betul kepercayaan kadang tidak bisa dibahasakan secara lisan melainkan merupakan bahasa yang bisa ditangkap qalbu... :))

    BalasHapus
  6. kepercayaan itu mahal mbak, apalagi kalau sudah saling mempercayai pasti suatu sistem dan komunikasi akan berjalan lancar, tapi jangan sampai kita mematahkan memutuskan benang kepercayaan, karna benang yang putus tidak bisa disambung lagi, kalau bisa pasti akan ada kekurangannya.

    salam persohiblogan ^_^

    BalasHapus
  7. @ Mas Nitnot
    Makasih mas udah mampir.. kepercayaan memang hanya bisa dirasakan. Dan itulah indahnya ...

    @Mas Auraman
    sepakat!
    Salam persohiblogan :D

    BalasHapus