Ketangguhan (Advertisy Quotion)

 بسم الله الرحمن الرحيم
T.L Good and J.E Brophy (1990:581) menganjurkan agar para pengajar memperlakukan masing-masing siswa sebagai seorang individu. Segala usaha harus diarahkan pada pengajaran  yang mempertimbangkan tingkat kepandaian dan latar belakang budaya. Sehingga  menurut Opal Dunn (1991:23), pengalaman-pengalaman psikologis dan emosional tercakup didalamnya. Tes IQ hanyalah mengungkapkan potensi yang ada pada siswa, bukan perkembangannya lebih lanjut dalam belajar. Sementara instrumen pendidikan hanya menjelaskan tingkah laku anak, bukan untuk memahami cara-cara menolong mereka.



Setiap orang ketika melakukan kegiatan sehari-hari, memiliki ketangguhan yang berbeda-beda dalam menyelesaikan suatu tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan melahirkan suatu pencapaian prestasi tertentu yang juga berbeda. Kesulitan hidup yang dihadapi setiap individu tentu berbeda. Ada yang bermasalah dengan keuangan, pendidikan, keluarga, perusahaan dan lain-lain. Cara mereka menghadapi masalah yang sama pun kerap kali berbeda, ada yang ulet, lemah, cepat menyerah, dan sebagainya.



Stoltz (1997:7-8) menjelaskan bahwa kebanyakan orang berhenti berusaha sebelum tenaga dan batas kemampuan mereka benar-benar teruji. Ungkapan Stoltz tersebut mengindikasikan bahwa ketangguhan manusia ada pada siapapun yang mampu mengekspresikan segala potensi yang ada pada dirinya. Ketangguhan ini akan diukur dengan menggunakan Adversity Quotient (AQ) yaitu suatu alat ketangguhan yang dipublikasikan oleh Stoltz pada tahun 1977. Setiap siswa memiliki tingkat ketangguhan yang berbeda, apalagi jika ditinjau dari tinggi rendahnya ketangguhan pada dimensi-dimensi yang ada pada adversity Quotient, yaitu kendali (control), pengakuan (ownership), jangkauan (reach) dan daya tahan (endurance).

Adversity Quotient dapat disebut dengan kecerdasan adversitas, atau kecerdasan mengubah kesulitan, tantangan dan hambatan menjadi sebuah peluang yang besar. AQ adalah pengetahuan baru untuk memahami dan meningkatkan kesuksesan. AQ adalah tolak ukur untuk mengetahui kadar respons terhadap kesulitan dan merupakan alat praktis untuk memperbaiki respons-respons terhadap kesulitan.

Allah berfirman :
“Dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS Al-najm : 39-40)

Kata “ketangguhan” oleh Peter Salim dan Yenny Salim (1991:1536) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “keuletan, kekuatan dan daya tahan”. Kata tersebut berasal dari kata tangguh yang berarti tidak mudah dikalahkan.

Salah satu makna lain dari ketangguhan adalah “daya tahan.” Sifat daya tahan adalah prediktor kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan. Orang tangguh, kurang menderita akibat negatif dari kemalangan dibandingkan orang yang tidak tangguh.

Istilah ketangguhan dalam penelitian yang mengacu pada teori Stoltz yang dikenal dengan Adversity Quotient (AQ). Menurutnya, AQ adalah kemampuan untuk bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya. Istilah “adversity” lebih sering diterjemahkan dengan “kemalangan”. Kata tersebut berakar dari kata malang yang berarti suatu kondisi yang merujuk kepada keadaan yang selalu buruk dan nasib yang tidak menguntungkan, biasanya dalam jangka waktu yang agak lama.

Secara lebih luas, AQ didefinisikan oleh Stoltz menjadi tiga definisi, yaitu :
  1. Sebagai kerangka kerja konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan semua bagian dari kesuksesan. AQ dibangun dari penelitian penting yang menawarkan gabungan pengetahuan baru yang praktis tentang hal-hal yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan
  2. Sebagai suatu ukuran alat untuk mengetahui respons individu terhadap kesulitan (adversity)
  3. Sebagai serangkaian alat yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons individu terhadap kesulitan. 
Sumber : Berbagai sumber 
Gambar : Paman Google

You Might Also Like

0 comments