aku dan dia
cerita pita
in my December
Kebudayaan Indonesia
Keseharian
kotak ceritaku
Matah Ati
Wayang
~4 Wayang
Kayon Sadat |
Kebudayaan Indonesia, macam-macam betul! Dan saya, pengagum dari
mereka semua. Selalu kalap melihat banyak sekali kebudayaan Indonesia. Tulisan
ini, tentang wayang yang merupakan bagian dari kebudayaan.
Sudjarwo mengatakan bahwa Wayang adalah wewayanganing ngaurip (cerminan jiwa dan
karakter hidup manusia).
Wayang adalah salah satu
pertunjukkan boneka paling terkenal dan berfilosofis menurut UNESCO. Walaupun
di dunia banyak sekali bentuk pertunjukkan boneka seperti ini, tapi wayanglah
yang jadi nomor satu. Indonesia berbanggalah. Saya sendiri, jika difokuskan
maka akan lebih menyukai wayang kayu (golek) dan wayang kulit. Wayang kayu
(golek) adalah wayang yang terbuat dari kayu dan lebih banyak dipagelarkan di
daerah Jawa Barat. Cepot adalah karakter terkenalnya. Sedangkan wayang kulit
lebih kepada bentuk dua dimensinya, dan lebih banyak ditemui di daerah Jawa
Tengah, timur, dan Bali. Kisah-kisah dari kedua jenis wayang ini tentu bertutur
tentang kebudayaan Hindu dan Jawa. Mahabratha dan sebangsanya.
Heru Sudjarwo dengan lengkap
membahas tentang rupa dan karakter wayang purwa di dalam sebuah buku mirip
bantal dengan judul yang sama. Saya membaca buku itu selama satu bulan—saking
tebalnya—mirip kamus psikologi atau buku-buku Dan Brown. Di dalam buku itu,
lengkap sekali penggambaran mengenai wayang purwa, yang merupakan bagian dari
wayang kulit.
Ada satu paragraf hangat dan
membuat saya belajar dari buku itu. Yaitu dimana kayon, atau tongkat pelayar
yang biasa dipakai membuka dan menutup pagelaran wayang diedarkan, dalang
biasanya berkata begini,
“Pada akhirnya, memang tak pernah
bisa jelas dalam waktu yang manakah manusia ketika ia menanggung sengsara atau
berlaku buas, merasa bahagia atau lupa daratan. Ada waktu dari nasib, waktu sebagai
kala, yang tak berubah dan tak mengubah. Di dalam kala, manusia tak dapat lepas
memilih dan memutuskan masa depannya dengan bebas. Tetapi sementara itu, ada
waktu sehari-hari: waktu ketika manusia menyakiti dan disakiti, membunuh dan
dibunuh, rindu dan bahagia, heroik dan culas. Itulah waktu ketika manusia
menjadi subjek, biarpun sejenak, biar pun tak utuh”
Wayang dengan berbagai macam
tokoh dan karakter telah mempengaruhi banyak manusia di dataran Jawa dan Bali.
Segala aspek kehidupan tentu saja dapat dipelajari dari wayang, bahkan tak
segan wayangpun dijadikan media dakwah pada waktu silam. Dan masih dicontoh
hingga sekarang.
Atas dasar kreatifitas
manusia, maka terciptalah juga wayang orang. Saya lebih senang menyebutnya
dengan para pemain opera. Salah satu contohnya, Matah Ati.
Pagelaran Matah Ati di Monas |
Matah Ati, pertama kali saya
kenal dari sebuah acara televisi World of
Wayang yang tayang di Kompas TV tahun 2013 ini. Saya yang menyukai wayang,
juga kebudayaan-kebudayaan yang begitu klasik langsung terpesona. Saya gugling, namun tidak banyak informasi.
Yang pasti mereka sering menyelenggarakan pagelaran, entah itu di Indonesia
maupun di luar negeri. Mereka adalah grup opera jawa paling keren yang saya
ketahui. Kabarnya, mereka akan ‘manggung’ di Kuala Lumpur dalam waktu dekat.
Dan tiketnya... duuh.
Wayang, entah itu wayang
apa. saya menyukainya. saya menyebutnya sebagai hadiah keren dari nenek moyang
kita. Mereka cerdas sekali sampai-sampai bisa membuat wayang dengan nama-nama
tokoh yang antik, plot-plot cerita yang tidak biasa, dan aura spiri-mistik yang
kuat.
Mungkin nanti di rumah, saya
akan memajang satu wayang di dinding saya. Siapa yang mau menghadiahi?
Salam hangat dari saya :)
16 comments
ooo kalau gitu saatnya ndalang wayang dengan lelakon "Eling" hihi
BalasHapusEling mass eliing #teriaak
HapusIya eling Kok kalau ada yang mau traktir surabi dan mie rebus #kalem
HapusEling mass eling....haha
Hapusbahkan dalam menyebarkan agama islam beberapa wali juga memakai wayang. dulu di tempat tinggalku pas ada acar pernikahan atau acara-acara adat masih sering ada pertunjukan wayang kulit. tapi sekarang sudah jarang ada lagi. kalah dengan pertunjukan dangdut koplo. sangat menyedihkan.
BalasHapusWaah.. pengganti wayangnya kok begitu :S
Hapusnice post . . .
BalasHapussalam kenal . . . :D:D
Salam kenal juga, kak! semoga nanti ingat yaa namanya siapa #eh
Hapusgk pernah liat langsung wayang.., klo di tipi sering.., maklum org Makassar *smile
BalasHapusDi Makassar tidak ada wayang ya, daeng?
Hapusbarangkali, harus menyebrang dulu ke pulau jawa, biar bisa menonton langsung
dulu wktu kecil sering liat pagelaran wayang kulit hingga semalam suntuk dikampung, hingga skrng masih suka, terlebih alur cerita yg sudah diramu sdmikian rupa dg dakwah islam era sunan kalijaga, seperti kata "wayang" ada kmungkinan dari kata "wachyan" (wahyu) dan masih banyak lagi yg trnyata ada korelasi...siip
BalasHapusNah, saya juga pernah membaca beberapa buku tentang penyebaran agama Islam.. kata wayang ini memang kerap disebut berasal dari kata wachyan atau wahyu, wallohua'lam
HapusSaat saya di sunat, saya dapat hadiah dua wayang golek, sampai sekarang masih ada di rumah meski dirusak ponakan.
BalasHapusSaat ini pun ada Cepot di rumah, dan ada banyak wayang golek di rumah mertua, maklum mertua punya hobi "ngadalang" :)
Waaah keren sekali!
Hapuskapan-kapan saya harus berkunjung ke rumah pak dalang itu.. hehe
kalo sya lebih suka wayang golek mungkin krn faktor asal budaya sya yaitu jawa barat..
BalasHapusklo wayang kulit ataupun wayang orang mungkin ditinggal tidur aja kali, soalnya gag ngerti bhsnya.
Saya juga orang Jawa Barat, kak. Wayang golek memang mudah dimengerti dan difahami, tapi wayang kulitpun tidak kalah seru. hehe. Dua-duanya keren!
Hapus