Pertemuan Pagi

Bismillah ...

Ini sudah pagi. Aku terbangun, namun belum ramai di bawah sana. Belum ada teriakan perempuan yang membangunkan penghuni kamar di bawah tangga. Belum ada derap langkah laki-laki yang mengumpulkan kantong-kantong sampah. Dan belum ada perempuan berjilbab yang menaiki tangga sembari mendorong ember penuh cucian. Pagi ini masih sangat sepi. Dan memang selalu begini. Suara murotal di mesjid juga belum terdengar, ini menandakan bahwa Adzan subuh masih jauh.


Ini kesekian kalinya aku bangun lebih cepat dari orang-orang biasanya. Mataku terbuka sebelum alarm berderit memekakan telinga. Aku melirik handphone, nol, satu, lima, dan enam. Itu angka yang muncul di layar. Empat menit lagi alarm akan berbunyi. Aku benamkan kepalaku, kututupi dengan selimut tebalku. Satu detik, dua ... tiga ... empat ... lima ... ah aku harus bangun! Aku duduk dikarpet, menyender pada lemari dan berpikir. Tak usah menyia-nyiakan waktu. Waktu tak akan kembali. Aku bangkit dan membuka pintu. Oksigen memenuhi hidungku, mengalir dalam nafas menuju alveolus. Begitu sejuk dan nyaman. Bagaimana jika Tuhanku tidak memberikan  jatah oksigen hari ini?

Langit dini hari memang penuh misteri. Birunya sangat menghitamkan. Awan-awan berlari dan mengerubuni rembulan. Semua terlihat jelas, membuatku merasa kecil dan kedinginan. Tabung panjang berisi freon masih menyala. Memencarkan cahaya putih dengan anggun dan terukur. Aku melirik ke dua pot rosemary yang hijau. Kubelai daun-daun kecilnya hingga kurasakan semerbak parfum milik mereka.
Aku bersiap membersihkan diri. Sebelum aku menemuiNya. Campuran dua atom hidrogen dan oksigen yang menyapu bagian wajahku terasa menjeletit. Aliran mereka memenuhi lubang pori yang kehausan, sisanya terkucur dan hilang di lubang pembuangan.

Aku duduk di atas sejadah merahku. Mengingat-ingat semua nikmat yang telah diberikan-Nya kepadaku. Aku mulai berdiri, berniat dalam hati dan mulai melakukan gerakan-gerakan terpola indah dan bermakna. Mencoba meluruskan tujuan dan bacaan. Aku ingin pertemuan ini berarti.

Pertemuan itu sangat singkat. Aku kikuk dan pudar. Cairan itu muncul tiba-tiba. Mencurah dan terpencar. Mencoba mencari makna dalam diri, apa pertemuan tadi memang sakral? Atau aku saja yang merasa sakral? Mempura-purakan sakral? Atau aku membuatnya sakral menurutku sendiri.

Aku meringkuk di karpet, masih mengenakan baju kurung putih khas pertemuan. aku terdiam. Melipat tangan dan menjadikannya bantal. Cairan itu muncul lagi. Banyak sekali. Hingga membuat aku senggukan. Dimana Dia? Bukankah baru saja aku dan Dia bertemu?

Aku ricuh dengan pikiranku sendiri. Aku galau, aku bertarung dengan hati dan kenyataan. Apa yang dirasakan saat ini? Dimana Dia? Aku mengintip hatiku, masih kosong. Tak ada yang membekas dari pertemuan itu. Hinanya diriku.
Aku menyalahkan diriku sendiri, tak ada kata indah yang pantas disematkan padaku saat itu. Payah. Itulah aku.


You Might Also Like

0 comments