Bruschetta untuk sarapan pagi ini. Happy Day! Photo by: Qefy Alghifari Sekitar dua minggu yang lalu kapten mengirim screen shot akun...
Lunch Box for my captain! :) |
Kalau sudah selesai menyiapkan sarapan.
Kegiatan dapur belum sepenuhnya selesai. Saya juga sering memasak untuk bekal
makan siang suami. Seringnya memasak yang sederhana dan tidak memakan waktu
yang cukup lama.
Kali ini, ada beberapa menu yang saya buat
dan semuanya saya pack ke dalam lunch box kesayangan. Menu kali ini adalah versi sederhana dari lunch box yang sering dibawa orang-orang Jepang ke sekolah atau tempat kerja. Here it is :)
We Need:
1. Beras
2. Ayam; Bawang bombay; saos teriyaki; bawang putih; jahe; gula, garam, merica; margarin
3. Brokoli putih; garam
4. Kentang; tepung serba guna;
minyak goreng;
5. Telur; garam; daun bawang; margarin
6. Saos
sambal
How:
1. Tanak beras dengan air yang sedikit lebih banyak agar
sedikit lembek (selera saya nih. Tergantung selera yaaa)
2. Panaskan minyak, tumis bawang bombay, bawang putih, dan
jahe yang sudah diiris kasar. Masukkan ayam yang dipotong dadu. Tambahkan saos
teriyaki secukupnya juga bumbui dengan gula, garam, dan merica.
3. Pipil brokoli putih dengan besar yang sama, atau sesuai
selera. Didihkan air dan tambahkan sedikit garam. Masukkan brokoli putih dan
rebus sekitar dua menit. Angkat dan rendam dengan air dingin selama satu menit.
Tiriskan.
4. Kupas kentang dan potong-potong sesuai selera. Siapkan
tepung bumbu serba guna untuk balutan kentang. Pisahkan dua sendok bumbu dan
campur dengan air dingin. Celupkan kentang ke dalam campuran tepung dan air
kemudian gulingkan ke dalam tepung. Setelah itu goreng hingga
kekuning-kuningan.
5. Kocok telur, tambahkan sedikit garam dan irisan daun
bawang. Panaskan minyak dan tuangkan telur. Buat dadar hingga menguning.
It's ready. Itadakimasu ;D |
Jika semua masakan sudah selesai, time to plating! Masukkan ke dalam lunch Box dan jangan lupa saos sambal
untuk menambah selera makan. Pakai sumpit? Siapa takut!
Itadakimasu!
Salam hangat,
Pita :)
Lunch Box for my captain! :) Kalau sudah selesai menyiapkan sarapan. Kegiatan dapur belum sepenuhnya selesai. Saya juga sering memasa...
Gourmet Wrap for our breakfast. Photo by: Qefy Alghifari |
Wrap
adalah salah satu menu sarapan di rumah kami selain roti, kue panekuk (pancake),
dan penganan manis lain. Namun, kalau masih ada nasi semalam di rice cooker, saya gunakan untuk membuat rice ball, atau nasi goreng. Wrap yang saya buat sederhana saja,
diisi dengan bahan-bahan yang tersedia di dapur entah itu menjadi manis atau
asin.
Wrap
sering juga disebut tortilla, atau dikenal
juga dengan nama tortilla wrap.
Merupakan salah satu makanan dengan varian isi yang bermacam-macam. Kalau
dilihat dari bentuk dan kegunaannya, wrap
atau tortilla bisa juga disebut
sebagai kulit lumpia jika di Indonesia. Namun tentu saja, jika dilihat dari
bahan untuk membuatnya akan berbeda jauh sekali.
Orang
Meksiko menyebut tortilla karena
bentuknya bulat pipih, sedangkan orang Amerika menyebutnya wrap karena bentuknya seperti selimut yang menutupi makanan di
dalamnya. Bahan untuk membuatnya mudah saja, pembuatannyapun seperti membuat
roti tetapi tidak memakai yeast atau
ragi.
We need:
200
gram tepung terigu (bisa diganti dengan tepung gandum atau oat); 2 sdm butter/margarin; 1 sdt baking powder; ½ sdt garam; 100 ml air
panas.
Steps:
1. Campur
tepung terigu dengan baking powder,
dan garam.
2. Tambahkan
butter/margarin lalu campur hingga
menjadi buliran-buliran
3. Tuang
air panas sedikit demi sedikit sampai adonan hampir kalis.
4. Buat
bulatan kecil lalu pipihkan, setelah itu taruh di atas wajan dan panggang
dengan api kecil hingga agak kering. Biasanya akan terlihat menguning dan ada
beberapa bagian yang berwarna coklat.
Gourmet Wrap
Siapkan
: Kornet, telur mata sapi, bawang bombay, wortel, tomat, mentimun, Selada, saus
sambal, dan mayonaise.
Oles
tortilla wrap dengan mayonaise,
kemudian tata selada, wortel, tomat, mentimun, dan bawang bombay. Tumpuk dengan
telur mata sapi dan kornet. Tambahkan saus sambal dan mayonaise lagi untuk rasa
pedas gurih. Lipat tortilla wrap.
Gourmet wrap siap santap. hmmm photo by Qefy Alghifari |
Banana Wrap
Siapkan
pisang (saya gunakan pisang ambon) lalu iris tipis memanjang. Setelah itu
oleskan margarin di wajan dan panggang pisang sampang matang. Suami saya senang
pisang yang luarnya kripsi tetapi dalamnya lembut.
Setelah
itu, taruh tortilla wrap dan usapkan margarin di atasnya. Tata pisang yang
sudah dipanggang dan tambahkan susu kental manis. Lipat tortilla wrap sesuai selera. Bisa digulung, atau dibiarkan terbuka
sedikit.
Banana Wrap dengan segelas teh susu kayu manis. hmm photo by Qefy Alghifari |
Hmm..
yummy :D
Jadi,
tadi sarapan apa kalian?
Salam
hangat,
Pita
Gourmet Wrap for our breakfast. Photo by: Qefy Alghifari Wrap adalah salah satu menu sarapan di rumah kami selain roti, kue paneku...
Menyebrang ke Pulau Santolo. Pemandangan muara, bebatuan, pasir dan laut lepas. Photo by Pita |
Tahun lalu, saya pernah bercerita bahwa saya
senang sekali bepergian, kemanapun, apalagi tempat baru. Tahun lalu, saya masih
jadi Solo Female Backpacker, ya,
karena seringnya saya bepergian sendiri. Dan
Tada! Tahun ini berbeda, karena
saya punya partner jalan-jalan.
Asyiknya, partner saya ini juga hobi
memotret. Alhasil, semua momen terabadikan. Alhamdulillah :)
Tulisan ini ditujukan pada salah satu sahabat
blogger saya yang pernah berkata, “Mbak Pita, kalau sudah jadi couple backpacker, kabari saya, oke?” Nah,
saya menepati janji saya. Dengan ini saya upgrade
diri saya ke level couple backpacker atau
couple traveller.
Selamat menikmati tulisan saya! *Mungkin
menjadi tulisan terpanjang di bulan Nopember*
Bandung adalah tempat nyaman dan sejuk, sayangnya
beberapa tahun terakhir kesejukan itu mulai berkurang akibat pemanasan global.
Namun tetap saja, ketika musim penghujan datang suhu bisa jadi 18°C dan takkan
lebih dari 24°C. Tempat-tempat menarik ada di Bandung semua, wisata alam,
belanja, kuliner, juga beragam hal menarik tersedia di Bandung. Tapi ada saja
kurangnya! Kurang Pantai!
Mungkin karena bosan dengan rutinitas, saya
dan suami berencana untuk travelling ke
pantai. Pantai terdekat dan indah, jawabannya adalah Garut. Tapi kemudian
sedikit galau karena pantai Sukabumi juga indah. Setelah pertimbangan satu dan lain hal,
semisal rute, lama perjalanan, dan destinasi. Positive! We are going to Garut!
Satu
minggu sebelum berangkat, saya bertanya perihal cuaca Garut kepada teman yang
tinggal di sana. Selain itu, saya juga coba mencari penginapan yang murah
berkualitas sekitaran pantai, membuat itenerary,
budgeting, dan membuat daftar apa
yang harus dibawa. Travelling kali
ini dimulai sore hari menggunakan sepeda motor. Ini karena suami saya pulang
pukul 03.00 sore di Hari Sabtu. Meskipun waktu yang kami punya sedikit, tapi
Sabtu Minggu ini harus maksimal!
Perjalanan dimulai dari terminal Cicaheum,
Bandung. Saya bertemu dengan suami di sana. Selepas ashar kami berangkat menuju
Garut kota. Segala keperluan sudah dimasukkan ke dalam keril dan daypack saya. Ada banyak hal yang bisa
dinikmati sepanjang perjalanan. Pemandangan yang indah, keriuhan orang-orang
beraktifitas, juga kemacetan yang menurut saya adalah hal yang tak perlu
dikeluhkan.
Senja dalam perjalanan adalah momen keren!
Saya mengabadikan intipan matahari di balik gunung melalui poket saya. Juga
pemandangan-pemandangan indah selama menuju Garut. Kami sempat berhenti di
sebuah toko oleh-oleh untuk membeli Chocodot.
Chocodot adalah penganan coklat yang
dicampur dengan dodol yang merupakan camilan khas Garut. Rasanya manis dan
legit. Ada banyak varian chocodot yang
dijual di salah satu toko oleh-oleh yang kami datangi, bentuk dan merek yang
inovatif membuat siapa saja ingin memborong semuanya. Untungnya, saya tidak
terlalu suka coklat. Jadinya tidak terlalu kalap melihat penganan itu berjejer
di toko.
Salah satu Chocodot yang kami beli di toko oleh-oleh Garut Kota. Photo by Pita |
Oke, pakai sarung tangan, dan helm lagi.
Lanjut!
Pukul 18.09 kami berhenti kembali di sebuah
warung nasi untuk makan malam di daerah Tarogong. Setelah makan malam, kami
akan melewati perkebunan teh yang jarang sekali pemukiman. Menurut ibu warung,
jalan akan berbelok-belok dan sedikit terjal dibeberapa bagian. Perjalanan
malam ini memang sedikit menyeramkan, apalagi kabut tebal menemani perjalanan
kami selama di perkebunan teh. Jarak pandang semakin pendek dan jarang sekali
kendaraan lewat.
Selama melewati perkebunan teh, kami terus
berbincang. Tidak ada rasa kantuk, malah terus waspada khawatir terjadi
sesuatu. Udarapun semakin dingin, saya peluk erat tukang ojeg kesayangan saya
deh! *tidak usah dibayangkan*.
Sesekali saya bernyanyi tidak jelas, dan melakukan hal-hal random seperti memijat punggung suami, senam jari, dan lain-lain.
Tepat pukul 20.20 kami sudah memasuki kawasan
Pameungpeuk. Kami berhenti di Pom Bensin untuk shalat dan membersihkan diri.
Sekitar setengah jam lagi kami akan sampai ke Pantai Santolo. Cuaca tidak
sedingin perjalanan tadi, panas pantai bercampur angin malam cukup nyaman kami
rasakan.
Karena sudah malam, kami tidak membayar tiket
masuk di pintu gerbang Pantai Santolo (Bukan salah kami, tidak ada penjaga
loket loh ya). Kami langsung mendirikan tenda dengan laut sebagai pemandangan
utama. Bau pantai benar-benar membuat kami bersemangat! Ombak yang ramah,
senyuman bulan, dan taburan bintang menghipnotis kami berdua yang berada di
dalam tenda. Subhanalloh... *dunia terasa milik berduaaa.. hehe*
Tenda yang kami pasang di pinggir pantai. Photo by Qefy Alghifari |
Semakin siang, suasana semakin ramai. Photo taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari |
Bersiap menyebrang menuju Pulau Santolo. All packing! Photo by Pita |
Sebenarnya, ada banyak penginapan dengan
harga yang relatif murah di sini. Sekitar 50.000-150.000 per malamnya. Semua
penginapan berada dekat dengan pantai, sehingga kita akan mendengar suara ombak
sepanjang waktu. Penginapan Diar adalah penginapan yang direkomendasikan untuk
para backpacker, setidaknya itu hasil
gugling saya sebelum berangkat.
Untuk penitipan kendaraan dikenakan biaya
5.000 per hari. Walaupun masih dengan sistem tradisional, tempat parkir di
Pantai Santolo cukup aman. Penjaga parkir sering begadang untuk menjaga
kendaraan yang dititipkan.
Bersama Petugas Parkir di sekitar pantai. Ramah dan baik hati Photo by Pita |
Keesokan paginya. Kami sarapan dengan nasi kuning
yang dijual ibu-ibu pantai. Pagi hari di pantai sudah ramai, banyak yang sudah
bermain air dan menikmati sentuhan ombak yang menyapu kaki sembari merasakan
hangatnya cahaya matahari.
Kami kemudian menyebrang ke Pulau Santolo.
Dikenakan biaya 2.000 per orang untuk satu kali penyebrangan. Pulau Santolo
masih asri dengan pantai yang dipenuhi karang. Ombak sedang surut, kami bisa
berjalan-jalan di karang sembari mencari kerang-kerang cantik. Jika beruntung,
akan ada bintang laut atau binatang lain yang terbawa ombak dan terperangkap di
karang. Pulau Santolo juga memiliki puing-puing jembatan belanda yang sering
dijadikan tempat memancing.
Perahu penyebrangan. Ada puluhan perahu yang siap mengantar menuju sebrang Photo by Qefy Alghifari |
This is Santolo! All we can chapture. Photo by Pita |
Hari beranjak siang, melihat itenerary, seharusnya kami sudah harus
berada di Ranca Buaya. Tapi karena masih ingin menikmati Pantai Santolo, kami
terus bermain dan melihat-lihat keindahan sekitar pantai. Setelah menyebrang
kembali, kami sempat melihat pelelangan ikan. Pasar ikan berada dekat dengan
penyebrangan. Menurut warga, ikan-ikan di sini lebih murah dibandingkan di
Ranca Buaya nanti. Kita bisa membelinya mentah, lalu meminta warga memasaknya
untuk kita. Atau dibakar begitu saja juga enak.
Pemandangan di Pantai Santolo kala surut Photo by Pita |
Lembutnya pasir pantai menggoda kami untuk bersantai Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari |
Sempat menikmati Cuanki di pinggiran pantai. Pedass! Photo taken by monopod, setting by Qefy Alghidari |
Jurus loncat karang! Let's be free! Photo by Pita |
Pesisir Pantai Santolo yang penuh karang. taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari |
Berayun setelah bermain pasir dan air Photo by Qefy Alghifari |
Puas menyusuri Pantai Santolo, kami
meneruskan perjalanan menuju Pantai Ranca Buaya. Akan ada banyak pemandangan
menakjubkan sepanjang jalan. Sempat berhenti beberapa kali untuk mengambil
foto, dan berdiri melihat betapa Allah menciptakan bagian dunia ini secara
terperinci. Sebelah kanan, laut berwarna biru dengan sungai yang menuju ke
arahnya. Ada juga padang ilalang yang indah tertiup angin. Sebelah kiri,
perkebunan warga yang hijau terbentang juga perbukitan yang turun-naik.
Di perjalanan menuju Ranca Buaya. Tak tahan untuk tidak berfoto Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari |
Di Ranca Buaya, kami makan siang. Waktu
menunjukkan sekitar Pukul 12.45. Kami duduk di saung bambu, dan menikmati air
kelapa langsung dari batoknya. Sambil menunggu pesanan ikan bakar, kami
bersantai sambil melihat pantai. Semakin siang ombak memang akan semakin
meninggi. Puncaknya pukul 11.00 tadi, lalu kemudian akan merendah ketika senja.
Makan siang kali ini begitu lahap! Saya yang menghabiskan
ikannya, juga ikan jatah suami karena ikannya belum matang sempurna. Sambalnya
endoss, ditambah nasi yang pulen. Aiih..
Makan siang khas pantai. Dinikmati di saung bambu menghadap pantai. Alhamdulillah Photo by Qefy Alghifari |
Perahu menepi di Ranca Buaya Photo by Qefy Alghifari |
Pukul 13.15 kami bersiap pulang menuju
Bandung. Tidak akan ada perkembunan teh kali ini, karena rute yang kami lewati
akan berbeda. Kali ini memakai jalan Cisewu yang nantinya akan tembus di
Pangalengan, Bandung. Perjalanan pulang ini mengejutkan! Jalanannya sepi, kami
bisa saja tancap gas sehingga bisa mempercepat sampai di rumah. Namun, sebelah
kanan kiri jalan pemandangannya membuat decak kagum saja.. jurang dimana-mana,
tapi indahnya luar biasa.. aah.. mau ke sana lagi! Suami saya saja sampai
sering bilang begini, “Berhenti
buat foto dulu jangan ya?”
Sempat berhenti mengisi perut di daerah
Cisewu, kami berhenti makan bakso sambil menikmati kegiatan 17 Agustusan di
lapangan. Sepanjang jalan memang banyak kegiatan menarik yang kami temukan. Di
lapangan parkir Situ Cileunca, juga di daerah Pangalengan. Sempat berhenti
untuk mengambil gambar-gambar kegiatan juga untuk shalat Ashar.
Suasana Agustusan di Ranca Buaya Photo by Pita |
Panjat Pinang di Pangalengan. Berhenti cukup lama sambil tertawa melihat ini Photo by Qefy Alghifari |
Situ Cileunca kala hendak senja. Sengaja berhenti untuk mengabadikan keindahan ini. Photo by Qefy Alghifari Rehat di Perkebunan Teh Daerah Pangalengan Photo by Qefy Alghifari |
Malam semakin mendekat, akhirnya kami tiba di
Bandung sekitar maghrib. Tiba di rumah dengan rasa lelah, tapi tetap saja
antusias dan langsung cabut memory card dari
kamera suami, juga kamera pocket saya. Foto-fotonya keren! Ada juga rekaman
video dari pocket saya selama
perjalanan di motor dan pantai. Seperti ini memang momen-momen menyenangkan
yang bisa jadi penghibur kala kami butuh refreshing.
Jadi, kapan kita kemana (lagi)?
A little trick for a
couple traveller:
Bawalah tripod/monopod untuk membantu pengambilan gambar
berdua ;)
Salam hangat,
Pita :)
Menyebrang ke Pulau Santolo. Pemandangan muara, bebatuan, pasir dan laut lepas. Photo by Pita Tahun lalu, saya pernah bercerita bahwa ...
Pita dan Dia di Dusun Bambu, Bandung |
Sekitar pukul sebelas pagi, saya sedang
menonton drama korea di laptop. Bersantai sejenak setelah melakukan pekerjaan
rumah adalah hal yang sering saya lakukan, apalagi kalau tidak berangkat ke
kampus atau berkegiatan di luar. Tiba-tiba saja, pintu rumah diketuk beberapa
kali dan dibuka paksa dari luar. Saya kaget dan langsung mengintip di balik
jendela. Astagfirullah, ternyata suami saya ada di luar! Lebih kagetnya,
mengapa siang begini sudah ada di rumah. Ketika membukakan pintu, lalu mencium
tangannya, ada aura tak enak dari badannya. Dilirik sebentar, terlihat wajah
suami yang kelelahan. Ya Kariim.. Dia sakit!
Seisi rumah seketika gempar! *lebay sedikit*
Tapi memang, suami saya jarang sakit. Makanya
sekalinya sakit, saya menjadi khawatir berlebihan. Segera saya menyarankan untuk
beristirahat dan berselimut. Disiapkan juga makan siang, minum, serta obat.
Dalam hati, pokoknya suami saya tidak boleh sakit.
Saat menyelimuti suami, saya teringat kala Khadijah
menyelimuti suaminya—Rosulullah— yang tiba-tiba gemetar ketika pulang ke rumah.
Dengan sabar, pengertian, dan penuh kasih sayang Khadijah merawat sang suami.
Hingga tanpa perlu diminta, sang suami menceritakan apa yang terjadi padanya.
Khadijah memang sosok istri teladan untuk
semua muslimah. Meskipun tak mungkin menyamai beliau, tapi perilaku yang
digambarkan sejarah adalah pelajaran yang mewah. Merawat suami, memahami
kebutuhannya, dan memberikan kasih sayang karena Allah menjadi hal yang
seharusnya dilakukan. Istri yang baik melakukannya tanpa kenal lelah.
Sebenarnya, banyak hal yang membuat suami
merasa bahwa istrinya telah menjadi istri yang baik untuknya. Dan setiap suami
memiliki penilaian yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa istri yang baik itu
adalah yang menyambut suami dengan senyuman ketika pulang kerja. Atau
membuatkan masakan yang enak, memberikan kejutan kecil setiap hari, membantu
mengenakan dasi, dan sebagainya, dan sebagainya.
Namun, menurut saya istri yang baik adalah
istri yang menjalankan kewajibannya sesuai dengan perintah qur’an dan hadist.
Sepanjang sesuai dengan ketentuan tersebut, maka suamipun tak dapat memungkiri
istrinya telah menjadi istri yang terbaik. Apa saja kewajiban seorang istri? Berikut
sebagiannya yang saya kutip dari berbagai sumber.
✿Istri
menyadari dan menerima secara ikhlas bahwa suaminya adalah pemimpin baginya
[An-Nisa’:34]
✿Menjaga
kehormatan suami dimanapun dan kapanpun, termasuk ketika suami tidak berada di
rumah [An’Nisa’:34]
✿Mentaati
suami selama bukan hal yang bersifat maksiat [An-Nisa’:39
✿Memenuhi
kebutuhan biologis suami, walaupun dalam keadaan sibuk [Riwayat Nasa’i,
Muttafaqun Alaih] juga hadist: Apabila seorang suami mengajak istrinya ke
tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk
langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya [Riwayat Muslim]
✿Mendahulukan
kepentingan suami dibandingkan kepentingan lain, termasuk kepentingan orangtua
[Riwayat Tirmidzi]
Tentu saja menjadi istri yang baik tidak bisa
menggunakan mantra instan dari para peri. Semuanya berproses, dan proses itu
tidak sebentar. Kesungguhan dan keikhlasan dalam usaha akan semakin mendekatkan
kita (saya terutama) untuk menjadi istri yang baik bagi suami.
Maka, selalu berusahalah menjadi istri yang
baik. Penuh cinta serta pengertian seperti Khadijah, seperti Aisyah, juga
seperti Fatimah. Dan bersiaplah terkejut ketika suami semakin sayang, dan cinta
kepada kita.
Setelah suami saya sembuh dari sakit, esoknya
berangkatlah ia bekerja seperti biasa. Kemudian ketika pulang, mengudaralah
kata dari mulutnya:
“Terima kasih ya selalu berdandan cantik pas
aa pulang dari kantor.” *meleleh*
Pita dan Dia di Dusun Bambu, Bandung Sekitar pukul sebelas pagi, saya sedang menonton drama korea di laptop. Bersantai sejenak setela...