Samakah Perlakuanku Nanti?

Bismillahirrohmanirrohiim
Sumber : disini
Ketika menjadi bayi, apa yang kita lakukan? Tentu saja sulit mengingatnya karena pada saat bayi sistem memori kita belum sepenuhnya mengetahui mana yang seharusnya diingat. Pengelompokkan data-data kejadianpun belum sesempurna sekarang. Walaupun begitu, apa yang dilakukan kita semasa bayi tidak akan jauh berbeda dengan bayi yang ada sekarang ini.

Pengalaman saya, bukan karena saya punya bayi. Tapi selama satu semester ini saya sering merawat bayi jadi tidak ada salahnya saya tadabur dan menafakuri apa yang tengah terjadi dan apa yang saya lakukan. Asbabunnuzulnya, adalah ketika satu kamar di tempat dimana saya kost diisi oleh satu keluarga baru yang mempunyai bayi usia 2 bulan. Pasangan itu bekerja di salah satu pesantren dan setiap hari kerja mereka membawa bayinya ke kantor.

Sebenarnya saya sedikit riskan dengan adanya ikhwan di wilayah boarding house saya, namun saya salut dengan cara beliau menghormati saya. Ketika akan mengambil wudhu untuk sholat malam, kami tidak pernah bentrok. Samar-samar juga selalu terdengar kalau sang suami mandi sebelum adzan subuh berkumandang dan mencuci. Setelah itu menjemur pakaian di balkon atas dan sholat subuh di mesjid sehingga saya tak pernah bertatap muka atau sekedar melihat beliau lewat. Saat sang suami ke mesjid, sang istri dan saya selalu berpapasan, saya ke toilet dan beliau menyalakan kompor untuk mendidihkan air. 

#Oke, untuk cerita pasangan itu, free memory.

Jadi, ada beberapa scene kehidupan mereka yang melibatkan saya, yaitu ketika sang istri menitipkan bayinya pada saya. Saya senang menggendong bayi dan berbicara padanya. Saya juga pernah di’ompoli’ padahal saya sudah berseragam kampus lengkap dan siap berangkat. Sprei saya juga tidak jarang menjadi lokasi olab si bayi lucu. Makhluk kecil itu memang tak pernah membuat marah karena wanginya, lucunya, beo-annya, tangisannya, seakan-akan adalah sebuah aura kemanjaan yang sungguh sulit untuk ditolak. Walaupun begitu, tetap saja saya lihat pasangan ini tampak kelelahan. 

Ketika makan, tak jarang sang bayi malah olab dan ngompol. Tapi pasangan itu tak pernah mengeluh, malah menghentikan makannya karena tak tega melihat sang bayi basah dan belepotan. Ketika sedang mandi, sang bayi menangis. Mereka tak marah-marah, malah menghentikan mandi dan segera menghampiri sang bayi. Mereka selalu menjaga bayi agar tetap merasa nyaman dan aman. Mereka membawa sang bayi bekerja walau sebenarnya lebih menyulitkan namun mereka tak tega meninggalkan sang bayi sendirian di kamar.

Saya berpikir, ketika saya sedang duduk-duduk  atau membaca di ruang tamu lalu ayah atau ibu memanggil, apakah lantas saya meninggalkan aktifitas saya dan memenuhi panggilan mereka?

Ketika ayah atau ibu sedang sakit, apakah saya memberikan mereka kenyamanan dan rasa aman, atau setidaknya berada disamping mereka?

Lalu apakah suatu hari nanti, ketika orangtua saya sudah berumur dan sudah susah payah benar, apakah saya akan  menghentikan sejenak aktifitas saya dan memfokuskan diri untuk membantu mereka? Atau saya akan mengeluh dan marah-marah?

Dan apakah saya tidak akan malu mengakui kepada teman-teman, rekan kerja, kolega, bahwa dua orang tua yang bungkuk, renta, dan tergopoh-gopoh itu adalah orangtua saya?

Semoga saya dan juga sahabat blogger dapat menjadi putra/putri yang sholeh sholehah yang benar-benar membalas segala bentuk kebaikan mereka. Walau demikian, tidak dipungkiri hanya Alloh-lah yang memang dapat membalas dengan sebaik-baiknya balasan. Jadi, berharaplah pada Dia yang senantiasa memperhatikan polah kita.
Wallohua'lam bishowab.

Keterangan:
Olab    : muntah (bhs. Sunda)

You Might Also Like

14 comments

  1. kadang memang terlalu gengsi aku tuh buat ngakuin seseorang :p

    BalasHapus
  2. saya salut dengan cara beliau menghormati saya.
    thats nice way, ukht...

    keep istiqomah ^_^

    BalasHapus
  3. Haha.. Laila komen di atas ana :P
    bagus, ukht.. postingannya membuatku tafakur juga.
    tapi jadi kangen ibu sama bapak dikampung #eh kampung.. wkwkwk

    BalasHapus
  4. Ini kok yang komen kenal semuanya yo? tp yg punya blog nda ada.. piye piye??
    ngga ada fotonya ya kalo nda punya blog.. ckckck kurang gaul semua ini :p

    #kabuuur

    BalasHapus
  5. @Monic :
    kalau sudah gengsi untuk mengakui orangtua, harus segera dihilangkan, ukt :)

    BalasHapus
  6. @Ukhti Laila :
    Ana ngga nyangka ukht, ternyata anti dateng juga ke blog ana :p

    yes, that's his way.

    BalasHapus
  7. @Ukhti Salis :
    Waaah, jadi kangen ayah sama ibu ya? makanya seringlah pulang.. :p jangan jadi aktifis yang malah lupa ada dua orang itu yang selalu mendorong kita sampe ke Bandung :)

    #jadipengenpulangjuga

    BalasHapus
  8. @Ukhti Es.Per
    Dasar :D masa namanya Es. Per? Es teler aja, ukht.
    jadi kemarin itu kalian di Al-Furqan online? :p
    ckckck

    tapi tapi, syukron yaaa berkunjung ke kotak ini ^_^ yang rajin aja... lima kali sehari kayak sholat fardhu :D

    BalasHapus
  9. Aktifis dakwah yang lupa sebab kenapa dirinya ada disini sekarang, salah... ayah dan ibu adalah dua orang yang rela memberikan seluruh hasil jerihnya pada si aktifis dan tak berharap suatu hari akan dikembalikan dalam bentuk yang sama. hanya sebuah kebanggaan..
    ngawur nih, ukht. Ana juga jadi mau nih bikin blog. ajarin ajarin

    BalasHapus
  10. subhanalloh (:
    Mereka keren! mereka ngga ada duanya banget ya ukht..
    ayo-ayo,, nanti ya dikampus (:

    BalasHapus
  11. jadi belajar mengurus bayi sebelum menikah ya, fit?
    hhaahaa lanjutkan !!

    BalasHapus
  12. hmm siapa ya? hm.. ifa bukan sih? :P
    iya fa, hitung2 training gratis yaaa

    BalasHapus
  13. hmm ga nyangka isinya bakal jadi 2 sisi (ketika jadi orang tua dan ketika jadi anak)
    dan kena banget mba tulisannya buat saya

    samakah perlakuanku nanti?

    BalasHapus
  14. alhamdulillah jika tulisan ini dapat bermanfaat bagi mas Adi.

    BalasHapus