Agustusan
aku dan kau
cerita pita
Chocodot
couple backpacker
couple travelling
Garut
Garut Selatan
kotak ceritaku
Pangalengan
Pantai Ranca Buaya
Pantai Santolo
perjalanan
Situ Cileunca
travelling
A Couple Traveller’s Story: Jelajah Selatan Garut
Menyebrang ke Pulau Santolo. Pemandangan muara, bebatuan, pasir dan laut lepas. Photo by Pita |
Tahun lalu, saya pernah bercerita bahwa saya
senang sekali bepergian, kemanapun, apalagi tempat baru. Tahun lalu, saya masih
jadi Solo Female Backpacker, ya,
karena seringnya saya bepergian sendiri. Dan
Tada! Tahun ini berbeda, karena
saya punya partner jalan-jalan.
Asyiknya, partner saya ini juga hobi
memotret. Alhasil, semua momen terabadikan. Alhamdulillah :)
Tulisan ini ditujukan pada salah satu sahabat
blogger saya yang pernah berkata, “Mbak Pita, kalau sudah jadi couple backpacker, kabari saya, oke?” Nah,
saya menepati janji saya. Dengan ini saya upgrade
diri saya ke level couple backpacker atau
couple traveller.
Selamat menikmati tulisan saya! *Mungkin
menjadi tulisan terpanjang di bulan Nopember*
Bandung adalah tempat nyaman dan sejuk, sayangnya
beberapa tahun terakhir kesejukan itu mulai berkurang akibat pemanasan global.
Namun tetap saja, ketika musim penghujan datang suhu bisa jadi 18°C dan takkan
lebih dari 24°C. Tempat-tempat menarik ada di Bandung semua, wisata alam,
belanja, kuliner, juga beragam hal menarik tersedia di Bandung. Tapi ada saja
kurangnya! Kurang Pantai!
Mungkin karena bosan dengan rutinitas, saya
dan suami berencana untuk travelling ke
pantai. Pantai terdekat dan indah, jawabannya adalah Garut. Tapi kemudian
sedikit galau karena pantai Sukabumi juga indah. Setelah pertimbangan satu dan lain hal,
semisal rute, lama perjalanan, dan destinasi. Positive! We are going to Garut!
Satu
minggu sebelum berangkat, saya bertanya perihal cuaca Garut kepada teman yang
tinggal di sana. Selain itu, saya juga coba mencari penginapan yang murah
berkualitas sekitaran pantai, membuat itenerary,
budgeting, dan membuat daftar apa
yang harus dibawa. Travelling kali
ini dimulai sore hari menggunakan sepeda motor. Ini karena suami saya pulang
pukul 03.00 sore di Hari Sabtu. Meskipun waktu yang kami punya sedikit, tapi
Sabtu Minggu ini harus maksimal!
Perjalanan dimulai dari terminal Cicaheum,
Bandung. Saya bertemu dengan suami di sana. Selepas ashar kami berangkat menuju
Garut kota. Segala keperluan sudah dimasukkan ke dalam keril dan daypack saya. Ada banyak hal yang bisa
dinikmati sepanjang perjalanan. Pemandangan yang indah, keriuhan orang-orang
beraktifitas, juga kemacetan yang menurut saya adalah hal yang tak perlu
dikeluhkan.
Senja dalam perjalanan adalah momen keren!
Saya mengabadikan intipan matahari di balik gunung melalui poket saya. Juga
pemandangan-pemandangan indah selama menuju Garut. Kami sempat berhenti di
sebuah toko oleh-oleh untuk membeli Chocodot.
Chocodot adalah penganan coklat yang
dicampur dengan dodol yang merupakan camilan khas Garut. Rasanya manis dan
legit. Ada banyak varian chocodot yang
dijual di salah satu toko oleh-oleh yang kami datangi, bentuk dan merek yang
inovatif membuat siapa saja ingin memborong semuanya. Untungnya, saya tidak
terlalu suka coklat. Jadinya tidak terlalu kalap melihat penganan itu berjejer
di toko.
Salah satu Chocodot yang kami beli di toko oleh-oleh Garut Kota. Photo by Pita |
Oke, pakai sarung tangan, dan helm lagi.
Lanjut!
Pukul 18.09 kami berhenti kembali di sebuah
warung nasi untuk makan malam di daerah Tarogong. Setelah makan malam, kami
akan melewati perkebunan teh yang jarang sekali pemukiman. Menurut ibu warung,
jalan akan berbelok-belok dan sedikit terjal dibeberapa bagian. Perjalanan
malam ini memang sedikit menyeramkan, apalagi kabut tebal menemani perjalanan
kami selama di perkebunan teh. Jarak pandang semakin pendek dan jarang sekali
kendaraan lewat.
Selama melewati perkebunan teh, kami terus
berbincang. Tidak ada rasa kantuk, malah terus waspada khawatir terjadi
sesuatu. Udarapun semakin dingin, saya peluk erat tukang ojeg kesayangan saya
deh! *tidak usah dibayangkan*.
Sesekali saya bernyanyi tidak jelas, dan melakukan hal-hal random seperti memijat punggung suami, senam jari, dan lain-lain.
Tepat pukul 20.20 kami sudah memasuki kawasan
Pameungpeuk. Kami berhenti di Pom Bensin untuk shalat dan membersihkan diri.
Sekitar setengah jam lagi kami akan sampai ke Pantai Santolo. Cuaca tidak
sedingin perjalanan tadi, panas pantai bercampur angin malam cukup nyaman kami
rasakan.
Karena sudah malam, kami tidak membayar tiket
masuk di pintu gerbang Pantai Santolo (Bukan salah kami, tidak ada penjaga
loket loh ya). Kami langsung mendirikan tenda dengan laut sebagai pemandangan
utama. Bau pantai benar-benar membuat kami bersemangat! Ombak yang ramah,
senyuman bulan, dan taburan bintang menghipnotis kami berdua yang berada di
dalam tenda. Subhanalloh... *dunia terasa milik berduaaa.. hehe*
Tenda yang kami pasang di pinggir pantai. Photo by Qefy Alghifari |
Semakin siang, suasana semakin ramai. Photo taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari |
Bersiap menyebrang menuju Pulau Santolo. All packing! Photo by Pita |
Sebenarnya, ada banyak penginapan dengan
harga yang relatif murah di sini. Sekitar 50.000-150.000 per malamnya. Semua
penginapan berada dekat dengan pantai, sehingga kita akan mendengar suara ombak
sepanjang waktu. Penginapan Diar adalah penginapan yang direkomendasikan untuk
para backpacker, setidaknya itu hasil
gugling saya sebelum berangkat.
Untuk penitipan kendaraan dikenakan biaya
5.000 per hari. Walaupun masih dengan sistem tradisional, tempat parkir di
Pantai Santolo cukup aman. Penjaga parkir sering begadang untuk menjaga
kendaraan yang dititipkan.
Bersama Petugas Parkir di sekitar pantai. Ramah dan baik hati Photo by Pita |
Keesokan paginya. Kami sarapan dengan nasi kuning
yang dijual ibu-ibu pantai. Pagi hari di pantai sudah ramai, banyak yang sudah
bermain air dan menikmati sentuhan ombak yang menyapu kaki sembari merasakan
hangatnya cahaya matahari.
Kami kemudian menyebrang ke Pulau Santolo.
Dikenakan biaya 2.000 per orang untuk satu kali penyebrangan. Pulau Santolo
masih asri dengan pantai yang dipenuhi karang. Ombak sedang surut, kami bisa
berjalan-jalan di karang sembari mencari kerang-kerang cantik. Jika beruntung,
akan ada bintang laut atau binatang lain yang terbawa ombak dan terperangkap di
karang. Pulau Santolo juga memiliki puing-puing jembatan belanda yang sering
dijadikan tempat memancing.
Perahu penyebrangan. Ada puluhan perahu yang siap mengantar menuju sebrang Photo by Qefy Alghifari |
This is Santolo! All we can chapture. Photo by Pita |
Hari beranjak siang, melihat itenerary, seharusnya kami sudah harus
berada di Ranca Buaya. Tapi karena masih ingin menikmati Pantai Santolo, kami
terus bermain dan melihat-lihat keindahan sekitar pantai. Setelah menyebrang
kembali, kami sempat melihat pelelangan ikan. Pasar ikan berada dekat dengan
penyebrangan. Menurut warga, ikan-ikan di sini lebih murah dibandingkan di
Ranca Buaya nanti. Kita bisa membelinya mentah, lalu meminta warga memasaknya
untuk kita. Atau dibakar begitu saja juga enak.
Pemandangan di Pantai Santolo kala surut Photo by Pita |
Lembutnya pasir pantai menggoda kami untuk bersantai Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari |
Sempat menikmati Cuanki di pinggiran pantai. Pedass! Photo taken by monopod, setting by Qefy Alghidari |
Jurus loncat karang! Let's be free! Photo by Pita |
Pesisir Pantai Santolo yang penuh karang. taken by Tripod, setting by Qefy Alghifari |
Berayun setelah bermain pasir dan air Photo by Qefy Alghifari |
Puas menyusuri Pantai Santolo, kami
meneruskan perjalanan menuju Pantai Ranca Buaya. Akan ada banyak pemandangan
menakjubkan sepanjang jalan. Sempat berhenti beberapa kali untuk mengambil
foto, dan berdiri melihat betapa Allah menciptakan bagian dunia ini secara
terperinci. Sebelah kanan, laut berwarna biru dengan sungai yang menuju ke
arahnya. Ada juga padang ilalang yang indah tertiup angin. Sebelah kiri,
perkebunan warga yang hijau terbentang juga perbukitan yang turun-naik.
Di perjalanan menuju Ranca Buaya. Tak tahan untuk tidak berfoto Photo taken by tripod, setting by Qefy Alghifari |
Di Ranca Buaya, kami makan siang. Waktu
menunjukkan sekitar Pukul 12.45. Kami duduk di saung bambu, dan menikmati air
kelapa langsung dari batoknya. Sambil menunggu pesanan ikan bakar, kami
bersantai sambil melihat pantai. Semakin siang ombak memang akan semakin
meninggi. Puncaknya pukul 11.00 tadi, lalu kemudian akan merendah ketika senja.
Makan siang kali ini begitu lahap! Saya yang menghabiskan
ikannya, juga ikan jatah suami karena ikannya belum matang sempurna. Sambalnya
endoss, ditambah nasi yang pulen. Aiih..
Makan siang khas pantai. Dinikmati di saung bambu menghadap pantai. Alhamdulillah Photo by Qefy Alghifari |
Perahu menepi di Ranca Buaya Photo by Qefy Alghifari |
Pukul 13.15 kami bersiap pulang menuju
Bandung. Tidak akan ada perkembunan teh kali ini, karena rute yang kami lewati
akan berbeda. Kali ini memakai jalan Cisewu yang nantinya akan tembus di
Pangalengan, Bandung. Perjalanan pulang ini mengejutkan! Jalanannya sepi, kami
bisa saja tancap gas sehingga bisa mempercepat sampai di rumah. Namun, sebelah
kanan kiri jalan pemandangannya membuat decak kagum saja.. jurang dimana-mana,
tapi indahnya luar biasa.. aah.. mau ke sana lagi! Suami saya saja sampai
sering bilang begini, “Berhenti
buat foto dulu jangan ya?”
Sempat berhenti mengisi perut di daerah
Cisewu, kami berhenti makan bakso sambil menikmati kegiatan 17 Agustusan di
lapangan. Sepanjang jalan memang banyak kegiatan menarik yang kami temukan. Di
lapangan parkir Situ Cileunca, juga di daerah Pangalengan. Sempat berhenti
untuk mengambil gambar-gambar kegiatan juga untuk shalat Ashar.
Suasana Agustusan di Ranca Buaya Photo by Pita |
Panjat Pinang di Pangalengan. Berhenti cukup lama sambil tertawa melihat ini Photo by Qefy Alghifari |
Situ Cileunca kala hendak senja. Sengaja berhenti untuk mengabadikan keindahan ini. Photo by Qefy Alghifari Rehat di Perkebunan Teh Daerah Pangalengan Photo by Qefy Alghifari |
Malam semakin mendekat, akhirnya kami tiba di
Bandung sekitar maghrib. Tiba di rumah dengan rasa lelah, tapi tetap saja
antusias dan langsung cabut memory card dari
kamera suami, juga kamera pocket saya. Foto-fotonya keren! Ada juga rekaman
video dari pocket saya selama
perjalanan di motor dan pantai. Seperti ini memang momen-momen menyenangkan
yang bisa jadi penghibur kala kami butuh refreshing.
Jadi, kapan kita kemana (lagi)?
A little trick for a
couple traveller:
Bawalah tripod/monopod untuk membantu pengambilan gambar
berdua ;)
Salam hangat,
Pita :)
28 comments
Aih asik dan seru bgttttt.....hidup tripod hshaha
BalasHapusHidup Tripod! :D
HapusMantab travellingnya ama belahan jiwa.
BalasHapusKlo gtu enakan sampai malam ya di pantai Santolo.. soalnya 'free charge'. :D
Aih belahan jiwaa :D
Hapusiya mas, kalau malam free charge. Tapi kalau bayar juga tidak terlalu mahal, kalau tidak salah hanya 6.000 saja.
wah... perjalanan yang seru. foto-fotonya juga keren
BalasHapusAlhamdulillah :)
Hapushiks hiks hiks...
BalasHapusaku jadi ngiler mbak liat ini postingan,, *couple backpacker *couple blogger kayaknya seru :D
Ayooo.. siapa yang mau nyusul upgrade ke level couple backpacker? Mbak? :D
HapusHahahaha. Asli baca perjalanan ini jadi kepengen mengulangnya lagi! Pengen ke pantai bukit-bukit dan diriin tenda, asik kayaknya ya? Hahaha....
BalasHapusSemoga ada kesempatan untuk backpacker lagi, ke Dieng, yuk? :D
Pantai bukit-bukit yang membuat galau, ke sana atau jangan yaa... haha ada-ada saja..
Hapussemoga bisaaa... yuk! Dieng yuk! :D
Bravo! Foto-fotonya membuat saya takjub. Karena dikasih tau tulisannya panjang, maka baca cepat saja... hehe.
BalasHapusSuatu saat saya harus ke sana juga. Sudah terlalu banyak kerabat yang mengajak, namun senantiasa terabaikan.
Memang betulan panjang, kang. Tulisan terpanjang bulan ini.
HapusNah, iya. seharusnya kang Aan pernah ke sana juga.. sesekali liburanlah :)
Hey, kalian! Ayok ke Ambon, pantainya lebih wuookkeeehh, hahahaa XD
BalasHapusAsik.. ada yang ngajakin mantai lagi..!
Hapussemoga bisa ke sana ya, Kak! Aamiin
hahaha keren sekali yang ngambil foto
BalasHapus>,</
Bagus-bagus ya mas >_<
Hapuswah iya, jadi inget postingan sekitar setahun lalu...masih solois, ini sudah jadi couple to? :)
BalasHapusmantep travellingnya, fotonya keren2..
nah tinggal ditunggu..apa yah namanya...eehm ..family backpaker :D
Alhamdulillah sudah naik level mas. hehe
Hapusinsha Allah segera upgrade ke level selanjutnya... do'akan ya mas :D
Asyik banget kalau partnernya suka foto. Bagus banget lho hasilnya :)
BalasHapusIya.. alhamdulillah Mbak Indi :D
Hapusbagus banget mbak :)
BalasHapusfoto2nya juga keren,, siipp
*jadi pengen jalan2 juga ^^
Ayo jalan-jalan Mbak Nisaaa :D
Hapusudah ada partnernya beluum? #eh
kok aq ga diajaaaaaak
BalasHapusHahaha no... :D
HapusJadi ingin jalan-jalan ke Garut rasanya.
BalasHapusLebih baik ketika musim sudah tidak hujan lagi Mas... sayang banget kalau hujan soalnya, tidak menjelajah maksimal :)
Hapusjadi pengen jadi couple traveller
BalasHapusMaka segeralah mencari teman traveller yang halal :P
Hapus